PENGANTAR
Tulisan ini mencoba melihat sudut lain dari perspektif Jabar NTB Connection yang saat ini menjadi salah satu gawe besar Pemprov Jabar dan Pemprov NTB. Kerjasama antar daerah untuk sama-sama mendorong pertumbuhan ekonomi adalah kewajiban, namun tentunya ada sisi lain yang juga harus dipantau untuk melihat konteks kerjasama antar daerah dari kedua provinsi tersebut.
Pertama tama, selamat untuk Pemprov NTB dan Pemprov Jabar yang telah menjalin kerjasama resmi antar kedua daerah. Perjanjian kerjasama di 7 sektor itu merupakan bentuk kolaborasi yang saling menguntungkan antara kedua daerah yang kebetulan sama-sama memiliki nama Barat. Jawa Barat dan Nusa Tenggara Barat.

Membaca berita tersebut, sebagai salah satu headline berita di Pemprov NTB, yang pertama terbayang di kepala saya pribadi adalah bahwa Jawa Barat dengan penduduk terbesar di Indonesia, mencapai 49.935.858 jiwa (Sensus Penduduk 2020, BPS) jelas merupakan pasar untuk produk lokal buatan UMKM NTB. Saya membayangkan, bahwa kultur Jawa Barat yang identik dengan tutur kata dan perilaku yang lembut sangat ccok untuk menikmati olahan kelor dan olahan kopi dari NTB. Bisa juga diselingi dengan cemilan biskuit rumput laut ala NTB. Dan produk lokal NTB lainnya. Tentu saja hal tersebut merupakan visi masa depan yang terbayang ketika membayangkan mekanisme kerjasama antara kedua Provinsi yang kebetulan memiliki nama Barat dalam nomenklatur wilayahnya ini.
Kerjasama tersebut tentunya bukan hal yang mudah untuk digagas. Prinsip untuk saling mengembangkan wilayah melalui kerjasama antar daerah di masing-masing sektor menjadi landasan berpikir kedua Kepala Daerah untuk saling bekerjasama. Terlebih sektor yang dikerjasamakan adalah sector multipihak seperti sektor pendidikan, sektor industri, sektor perdagangan, sektor pariwisata, sektor koperasi dan umkm serta sector perizinan dan investasi. Kerjasama tersebut menunjukkan keinginan kedua daerah untuk terus bergerak bersama dalam membangun daerah masing-masing.
MEMBANGUN KERJASAMA, MENGELOLA WARISAN BUDAYA
Ada hal menarik yang sekiranya mendasari kerjasama Jabar dan NTB ini. Hal menarik yang menjadi kesamaan kedua wilayah untuk bekerjasama tentu saja. Selain kesamaan kedua wiayah yang mengandung kata Barat dalam nama resmi daerahnya. Sebagaimana kita ketahui, Jawa Barat merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang tetap eksis dengan keragaman budaya daerahnya. Pelestarian budaya Sunda yang menjadi akar budaya masyarakat Jawa Barat terus secara konsisten menjadi marwah kehidupan masyarakat. Bahasa daerah Sunda dengan logatnya yang khas menjadi bahasa kedua di wilayah Jawa Barat, setelah bahasa persatuan Bahasa Indonesia. Kesenian Tari Jaipong, yang menjadi salah satu seni tari tradisional di Jawa Barat telah menjadi salah satu ikon sendratari di level nasional. Seni musik angklung dan suling, khas Jawa Barat pun telah merambah dunia internasional dengan membawa nama Indonesia. Siapa pula orang kita yang tidak kenal dengan Kang Kabayan dan Nyi Iteung . Belum lagi, tokoh Cepot dan Wayang Golek Sunda yang menjadi ikon penggemar seni wayang dan kesenian tradisional wayang di Indonesia.

Kebanggaan akan budaya lokal Jawa Barat yang mandarah daging dalam perikehidupan masyarakatnya jelas menjadi salah satu keunggulan komparatif Jawa Barat. Kebanggan akan produk lokal dari wilayah sendiri tersebut tentu menjadi hal yang membanggakan di tengah arus modernisasi saat ini. Dan Pemprov Jabar dengan segala dinamikanya, mampu mengkolaborasikan hal tersebut menjadi sebuah keunggulan daerah dan membuatnya menjadi salah satu Provinsi paling kaya di Indonesia. Hal ini menjadi bukti bahwa keberagaman budaya lokal tidak menjadi penghalang dalam pembangunan sebuah daerah. Jawa Barat, telah memberikan bukti baik kepada kita semua.
Bagaimana dengan NTB? Mengelola tiga budaya besar dalam sebuah wilayah Provinsi tentu saja tidak mudah. Budaya Sasak, Samawa dan Mbojo merupakan tiga budaya besar yang menjadi ikon wilayah NTB. Keberagaman budaya tersebut tentu menjadi sebuah tantangan sekaliguus peluang yang menjadikan NTB sangat multietnis dalam pengembangan wilayahnya. Kaya dengan sumber daya alam menjadikan NTB sebagai salah satu wilayah yang menjadi incaran investasi baik di skala nasional maupun skala internasional. Tentu saja menarik, melihat bagaimana Pemprov NTB mengelola keberagam etnis di NTB tersebut menjadi salah satu pemicu percepatan pembangunan di wilayahnya. Jika Jawa Barat, dengan dominansi Suku Sunda mampu menjadikannya sebagai salah satu daerah dengan PDRB tertinggi di Indonesia, maka Provinsi NTB dengan 3 suku bangsa dan kekayaan alamnya pun harusnya lebih mampu mengelola keberagaman tersebut untuk mengembangkan wilayahnya. Belajar dari Jawa Barat, menjadi salah satu strategi utama.
Mampu mempertahankan dan mengembangkan keberagaman budaya daerah menjadi salah satu pemicu percepatan pembangunan daerah bisa jadi menjadi salah satu alasan Pemprov NTB menginisiasi kerjasama di banyak sektor dengan Pemprov Jawa Barat. Belajar dari wilayah yang telah lebih dulu berkembang menjadi salah satu cara terbaik untuk juga maju dan berkembang. Maju dan berkembang, dengan tidak meninggalkan identitas asal sebuah wilayah, yang terangkum dalam budaya dan perikehidupan sehari – hari. Jawa Barat, dengan segala dinamikanya, menjadi contoh baik untuk NTB, untuk belajar, bahwa sebuah kemajuan teknologi informasi tidak mesti menghilangkan identitas asli sebuah bangsa.
Pemprov Jabar telah membuktikan, bahwa keberagaman budaya sebuah daerah justru menjadi nilai jual yang sangat luar biasa untuk dikolaborasikan dengan potensi daerah. Mari kita lihat, dari segi industri kuliner lokal, siapa yang tidak kenal dengan Karedok, olahan makanan berbasis sayur tersebut dapat dengan mudah ditemui di beragam resto dan rumah makan di Indonesia. Salah satu legenda kuliner khas Jawa Barat tersebut telah menjadi ikon kuliner nasional dari Jawa Barat. Belum lagi, Cilok, yang berarti Aci Dicolok. Menjadi makanan sehari-hari dari bahan dasar tepung kanji yang gampang ditemui di berbagai pelosok Indonesia. Combro, contoh lain, yang merupakan akronim dari Oncom Dijero (oncom didalam), olahan kedelai berbalut tepung yang sangat mudah dijumpai di berbagai toko oleh-oleh dan warung makan di banyak tempat di Indonesia. Dan yang paling familiar, tentu saja istilah Peuyeum, salah satu olahan singkong yang telah menjadi bahasan sehari-hari dari Sabang sampai Merauke. Modus lain, bisa kita temui, di sector industri kreatif. Siapa yang tidak mengenal Kota Bandung, ibukota Jawa Barat, sebagai salah satu sentra industri kreatif nasional. Beragam kerajinan berbasis etnis dalam balutan modern jelas menjadikan Bandung sebagai barometer industri kreatif skala nasional. Istilah “Paris Van Java”, merupakan sebuah apresiasi yang diberikan dunia internasional atas segala bentuk kreatifitas yang diangkat oleh rakyat Jawa Barat khususnya Kota Bandung di sector industri kreatifnya. Luar biasa.
Pemprov NTB jelas harus belajar banyak dari Pemprov Jawa Barat. Bagaimana mengembangkan potensi lokal daerah menjadi potensi ekonomi yang memiliki nilai tambah bagi daerah itu sendiri. Hal ini jelas selaras dengan konsep industrialisasi NTB yang menjadi salah satu program unggulan pembangunan Pemprov NTB Tahun 2019 – 2023. Bahwa industrialisasi NTB merupakan salah satu konsep pembangunan daerah yang mengedepankan pengembangan potensi lokal NTB dalam sebuah skema ekonomi dengan penekanan pada peningkatkan nilai tambah. Tentu saja, dengan tetap mempertahankan kearifan budaya lokal yang terlibat didalamnya. Karena pada prinsipnya, industrialisasi NTB merupakan sebuah upaya untuk menggali kembali kearifan lokal budaya NTB untuk dikemas dalam skema modern agar mampu diterima pasar dalam konteks kekinian.
NTB HARUS BERBUAT APA?
Salah satu sektor yang menjadi point kerjasama antara Pemprov Jabar dan NTB adalah sector industri dan perdagangan. Tentu saja, karena Pemprov NTB, sedang gencar-gencarnya mendorong kedua sektor tersebut untuk menjadi triger pertumbuhan ekonomi di NTB. Dengan konsep industrialisasi NTB, kedua sector tersebut menjadi leading sector pembangunan ekonomi di NTB. Berangkat dari potensi wilayah NTB yang didominasi sector komoditas hasil bumi, peningkatan nilai tambah dalam bentuk olahan hasil bumi NTB, dirancang untuk mampu menjadi triger pertumbuhan ekonomi baru di NTB. Pergeseran paradigma tersebut tentunya dengan melihat fakta bahwa budaya masyarakat NTB merupakan budaya agraris yang menggantungkan harapan hidup bukan dari industri-industri besar dengan teknologi modern, namun lebih kepada upaya untuk menjaga kelestarian alam dengan konsep pertanian berkelanjutan. Konsep tersebut yang melatar belakangi lahirnya Industrialisasi NTB, menjaga kearifan local NTB, mengolah potensi sumberdaya alam di NTB, untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat NTB. Fakta ini jelas tidak bisa dikesampingkan. Bahwa ada wilayah di Indonesia yang telah berhasil melakukannya, menjadi faktor pendorong Pemprov NTB untuk menjalin kerjasama dengan wilayah tersebut. Dan lahirnya, kerjasama antar daerah, Jawa Barat dan Nusa Tenggara Barat merupakan implementasi dari kesamaan niat baik dari kedua wilayah untuk mengembangkan potensinya dalam kerangka pengembangan budaya masa lalu warisan nenek moyang.
Bicara tentang industri dan perdagangan, sebagai salah satu triger baru dalam mendorong pertumbuhan ekonomi NTB, jelas bahwa kerjasama dengan Pemprov Jawa Barat ini adalah sebuah langkah strategis. Sebagaimana telah disampaikan di paragraf pembuka tulisan, dari segi demografi, Jawa Barat adalah wilayah yang memiliki populasi paling besar di Indonesia. Lebih dari 50 juta penduduk terdata secara resmi dari wilayah Jawa Barat. “Hal ini jelas menjadi peluang pasar bagi produk NTB, jumlah penduduk Jawa Barat yang sedemikian besar harus dilihat sebagai peluang pasar untuk produk UMKM NTB, karena jumlah penduduk Jawa Barat bahkan lebih besar dari jumlah penduduk negara-negara di Timur Tengah jika dikumpulkan menjadi satu”, demikian sambutan sekaligus arahan dari Gubernur NTB, Dr. H. Zulkieflimansyah, SE., M.Sc pada peringatan HUT NTB, 17 Desember 2020 yang juga dihadiri oleh Gubernur Jawa Barat, Muhamad Ridwan Kamil. Logika sederhana tersebut tentunya menjadi tidak sederhana karena lahir dari seorang doktor ekonomi industri alunni Harvard University. Bahwa penduduk Jawa Barat adalah terbanyak di Indonesia adalah fakta, dan menjadikannya sebagai peluang untuk pasar produk lokal NTB jelas adalah sebuah peluang yang harus diperhatikan dengan baik. Dan salah satu cara untuk menembus pasar tersebut, tentu saja adalah dengan menjalin kerjasama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Namun, sekali lagi, hal ini adalah peluang. Yang harus direncanakan dan diinisiasi dengan baik oleh seluruh sektor terkait.Kerjasama Pemprov Jawa Barat dan NTB ini adalah pintu gerbang, bukan hasil akhir. Strategi peningkatan kualitas produk UMKM NTB, sehingga mampu diterima dengan baik oleh pasar Jawa Barat harus menjadi landasan berpikir bersama. Kita jangan terlena, apalagi menuntut Pemerintah yang telah menginisiasi kerjasama baik tersebut. Seyogyanya, kerjasmaa ini adalah pintu pertama, yang harus dimasuki dengan kesiapan kita, UMKM NTB, untuk menghasilkan produk yang layak untuk diperjual belikan di wilayah yang menjadi mitra kerjasama. Ini pasar bebas kawan, bahwa kita berhadapan dengan rational buyer, yang berhak untuk memilih jenis produk apa yang akan mereka konsumsi. Jadi, selayaknya, kesiapan para UMKM NTB untuk menembus pasar Jawa Barat dengan demografi besar tersebut harus menjadi prioritas utama dalam pengembangan manajemen wirausaha UMKM NTB. Kelayakan produk UMKM, manajemen bisnis yang matang, kesiapan untuk terus memberikan kontinuitas produksi dan beragam elemen rantai pasok lainnya jelas harus menjadi perhatian utama dari seluruh stakeholders. Kesiapan untuk memasuki pangsa pasar yang besar seperti Provinsi Jawa Barat tentunya harus didukung dengan kesiapan seluruh elemen di NTB untuk masuk ke dalamnya. Ibarat sebuah pertempuran, bahwa salah satu faktor kunci kemenangan adalah persiapan yang matang, bertempur dengan senjata seadanya, dan mengandalkan orang lain untuk mencapai kemenangan, jelas adalah sebuah kekonyolan. Kekonyolan yang seringkali menjadi antithesis dan pembenaran dalam konteks pembangunan saat ini. Pemprov Jabar dan Pemprov NTB sudah membuka ruang kerjasama yang baik, namun ketidaksiapan kita untuk masuk dan terlibat di dalamnya, seringkali menjadi pembahasan tidak berkesudahan yang justru menghambat pembangunan itu sendiri. Hal ini jelas harus menjadi pembelajaran bersama, agar pola tersebut tidak terus berulang. Pengalaman adalah guru terbaik, ketidaksiapan kita di masa lalu harus menjadi triger untuk memperbaiki diri, dan menyambut peluang kerjasama yang telah diinisiasi dengan baik ini.
Kesiapan UMKM NTB ini harus menjadi perhatian bersama. Pemerintah NTB, khususnya OPD terkait harus membangun rancang bangun yang komprehensif sebagai tindak lanjut kerjasama Jabar – NTB Connection ini. Rancang bangun dengan titik berat pada persiapan UMKM NTB untuk menghasilkan produk yang layak dan bisa secara kontinyu diterima oleh pasar Jawa Barat sebagai salah satu pangsa pasar produk UMKM NTB ke depan. Bicara terkait produk, tentu saja bukan hanya kemampuan UMKM untuk menghasilkan sebuah produk yang berkualitas, namun lebih dalam lagi, kesiapan bahan baku untuk membuat produk, kesiapan mekanisasi olahan, kesiapan inovasi UMKM dalam menghasilkan produk turunan yang berdaya saing tinggi serta kesiapan untuk terus secara kontinyu memproduksi barang dan jasa dengan kualitas setara, dan banyak elemen lain yang juga harus diperhatikan dalam melakukan penetrasi pasar ke wilayah Jawa Barat. Jika pasar nya telah dipenetrasi, maka menjaga agar pasar tersebut dapat terus dipertahankan dan dikembangkan pun menjadi PR besar berikutnya. Oleh karena itu, membangun rancang bangun yang komprehensif untuk tindak lanjut kerjasama Jabar – NTB Connection ini jelas merupakan salah satu kerja besar yang harus segera diinisiasi. Oleh dinas terkait, UMKM, akademisi dan seluruh stakeholders UMKM NTB.
Sekali lagi, bahwa kerjasama kedua Pemerintah Provinsi ini adalah awal dari sebuah langkah besar yang harus diapresiasi oleh kita semua. Khususnya di sector industri dan perdagangan. Kita boleh bangga dengan event Moto GP yang sebentar lagi akan dilaksanakan maupun event besar lainnya yang akan dilaksanakan di NTB. Namun kebanggaan tersebut tentunya tidak mengurangi kesiapan kita semua, khususnya UMKM NTB, untuk terus secara kontinyu membangun rencana bisnis yang berkelanjutan. Event2 besar tersebut adalah momentum, peluang pasar yang harus diintervensi, namun, sebuah wirausaha tentunya dibangun dengan sebuah mimpi untuk terus tumbuh dan berkembang, tidak hanya bersifat musiman, yang muncul pada saat event tertentu saja. Konsistensi dan sustainabilitas wirausaha jelas menjadi salah satu kunci keberhasilan. Kemampuan untuk terus bertahan, beradaptasi dan terus mengembangkan diri dengan terus beradaptasi mengikuti perkembangan jaman, merupakan salah satu ciri khas masyarakat NTB, sebagaimana diajarkan oleh nenek moyang kita secara arif dari masa lalu.
BELAJAR DARI MASA LALU, UNTUK MERANCANG MASA DEPAN.
Dalam konteks pembangunan NTB, melihat peluang kerjasama yang digagas kedua Pemprov dengan nama Barat ini jelas menimbulkan pertanyaan besar, pertanyaan retoris tentu saja. “NTB mau berbuat apa?”, pertanyaan ini mengandung unsur tantangan yang harus dijawab oleh seluruh stakeholders yang terlibat dalam perjanjian kerjasama tersebut. Peluang tersebut telah digagas secra resmi, saatnya membangun peluang bersama untuk mengimplementasikan ruang kerjasama tersebut di seluruh sector terkait. Dalam konteks industri dan perdagangan, tentu saja banyak yang bisai diperbuat oleh NTB. Salah satunya, telah dijelaskan diatas, bahwa penetrasi pasar penduduk Jawa Barat untuk berjualan produk local NTB jelas menjadi salah satu ruang kerjasama yang harus dibangun. Mari membayangkan, bahwa di café-café di wilayah Dago dan Geger Kalong, yang menjadi salah satu sentra wisata di Jawa Barat, akan kita temui generasi milenial yang sedang menikmati nikmatnya Teh Kelor dan Kopi NTB, di beberapa sudut Kota Bogor, kita akan melihat resto2 dan rumah makan menjual Ayam Taliwang, Sate Rembiga dan Nasi Rarang misalnya. Beigtu juga di pesisir Pantura, bisa jadi kedepan akan kita jumpai Madu Sumbawa dan Susu Kuda Liar Bima, atau mungkin kita akan melihat olahan Bawang Goreng Bima sebagai teman camilan Karedok, makanan khas Jawa Barat. Apakah itu semua hanya khayalan? Tentu saja tidak, justru hal tersebut harus menjadi landasan berpikir kita semua dalam mewujudkan hal tersebut. Menjawab pertanyaan, bahwa NTB akan berbuat apa, dalam sebuah langkah strategis, untuk memperkuat kesiapan UMKM NTB dalam menjawab pertanyaan retoris diatas.
Satu fakta yang menarik, bahwa produk lokal UMKM NTB adalah lahir dari kearifan lokal NTB itu sendiri. Warisan budaya turun temurun yang kemudian lestari dan beradaptasi dalam konteks kekinian dalam bentuk produk olahan yang menjadi ikon NTB. Membuka pasar untuk mendorong pengembangan produk UMKM NTB melalui kerjasama Pemprov Jabar dan NTB jelas akan menjadi upaya baik untuk mempertahankan tradisi baik tersebut. Jawa Barat sudah membuktikannya, dengan segala bentuk cerita yang lahir dari wilayah mereka selama ini, bahwa berangkat dari kearifan lokal budaya masa lalu akan mampu terus bertahan dan terus berkembang jika dikelola dengan baik, oleh tangan2 kreatif, dengan dukungan dari Pemerintah dan dukungan stakeholders lainnya tentu saja.
Dalam hal ini, mari melihat sisi lainnya, bahwa kerjasama ini memang dirancang bukan hanya untuk membahas terkait pertumbuhan ekonomi belaka, namun lebih jauh, bahwa keberagaman budaya masa lalu yang terus dan harus dipertahankan, menjadi salah satu dasar kerjasama tersebut. Melihat ruang kerjasama antara kedua daerah dalam koridor ekonomi sah sah saja, namun dalam kerangka yang lebih luas, kerjasama tersebut merupakan sarana belajar bagi kedua belah pihak untuk terus secara kontinyu dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di kedua wilayah dengan tetap mengedepankan kearifan lokal sebagai warisan budaya di masa lalu yang harus terus dilestarikan dalam konteks kekinian. Bahwa jaman boleh terus berkembang, bahwa teknologi informasi berbasis Internet Of Thing telah menjadi keseharian, bahwa membangun industri berbasis kearifan lokal merupakan sebuah kemusykilan di tengah jaman modern saat ini. Media kerjasama antar kedua Pemprov ini menjadi pembelajaran bagi kita semua bahwa pertumubhan ekonomi tetap bisa didorong dengan tetap mempertahankan kearifan budaya lokal di masing-masing wilayah. Bahwa budaya adalah identitas sebuah bangsa, yang harusnya menjadi dasar perilaku bermasyarakat termasuk dalam pengembangan wirausaha untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di sebuah wilayah. Bahwa pertumbuhan ekonomi harus berlandaskan pada upaya untuk mempertahankan budaya masing-masing, sebagai kearifan masa lalu yang seyogyanya dibungkus dalam konteks kekinian untuk merancang masa depan yang lebih baik.
Menutup tulisan ini, kembali penulis teringat kepada salah satu nasehat penting dari founding father Republik ini, Ir, Soekarno, beliau dengan gagah mengamanatkan “JASMERAH”, jangan sampai kita melupakan sejarah. Pesan mulia yang lahir dari seorang tokoh dengan nama besar tersebut tentunya mengandung makna yang sangat dalam. Agar kita semua lebih sering menengok kebelakang, mencermati kearifan dan pesan baik yang ditinggalkan oleh para pendahulu kita untuk merancang pembangunan disebuah wilayah. Bahwa orientasi pertumbuhan ekonomi tidak mutlak harus melupakan masa lalu, namun justru kita harus banyak belajar dari masa lalu, membungkusnya dalam konteks kekinian dan merancang masa depan yang lebih baik untuk NTB Gemilang, untuk Indonesia. Dengan kerjasama ini, awal yang baik buat kita untuk saling berkolaborasi mencapai mimpi besar tersebut.. Amin (mo)
More Stories
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) meresmikan pembukaan Paviliun Indonesia di Hannover Messe 2023
Angelina Sondakh Apresiasi LIMOFF, Kegiatan Hidupkan Perekonomian dan Kearifan Lokal
Bang Zul, Gubernur yang Cemerlang Di Ranah Intelektual Dan Aktivis